Terwujudnya Pembelajaran Berdiferensiasi melalui Kolaborasi Jaringan Aktor

Oleh: Mulib, S.Pd.,M.Pd. Kepala SMP Negeri 2 Mojokerto

 

“Aduuh…! Capek aku. Masak sudah dijelaskan berulang-ulang masih gak paham juga,” ucap Bu Eni, guru IPA.

“Anak kelas 7 ini luar biasa. Masak disuruh kerja kelompok malah jalan-jalan, mondar-mandir. Mungkin kelebihan energi kali,” celetuk sinis Pak Riawan guru bahasa Indonesia.

“Muridku malah aneh, saat diterangkan malah sibuk nggambar burung!” timpal Pak Supriyo, guru Matematika, sambil tertawa.

Kutipan ucapan di atas sering terlontar dari bibir bapak atau ibu guru saat berada di ruang guru selepas mengajar di kelas. Ucapan atau ungkapan bernada jengkel tersebut seharusnya tidak perlu terjadi jika para guru sudah memahami bahwa kelas yang diampunya berisi banyak peserta didik dengan keberagamannya. Pernyataan bernada prihatin itu pun juga tidak akan terlontar jika para guru bisa menjadi pemimpin pembelajaran berdiferensiasi.

Sebuah kasus lain, ada seorang anak yang dianggap “bodoh” karena hampir semua mata pelajaran dia dianggap tidak mampu. Namun, dia sangat berbakat dan terampil menari. Dia penari terbaik di sekolah. Prestasi yang diraih dalam bidang seni tari sangat banyak. Dia pun saat masuk sekolah ini juga melalui jalur prestasi sebagai penari. Jika para gurunya memahami konsep pembelajaran dan lingkungan belajar berdiferensiasi, pasti tidak akan menganggapnya sebagai anak “bodoh”. Oleh karenanya, dia pun harus mendapat layanan maksimal untuk mengembangkan bakat seni tarinya.

Sudah merupakan kodrat bahwa setiap peserta didik merupakan individu yang unik. Setiap peserta didik berbeda dengan peserta didik lainnya. Sebuah rombongan belajar yang berisi tiga puluh dua siswa tentu memiliki keberagaman penghuninya. SMP Negeri 2 Mojokerto yang memiliki peserta didik sebanyak 832  siswa tentu memilik keberagaman pula: beragam latar belakang keluarga, kecepatan belajar, gaya belajar, talenta, dan motivasi belajar. Keberagaman tersebut membutuhkan penanganan, pelayanan, dan pendampingan yang beragam pula.

Keberagaman peserta didik baru dan keberagaman latar belakang keluarga mengharuskan satuan pendidikan menyiapkan lingkungan belajar berdiferensiasi. Namun, untuk mewujudkan lingkungan belajar dan pembelajaran berdiferensiasi banyak tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Di antaranya, pemahaman  pembelajaran berdiferensiasi bagi guru belum merata; kesiapan satuan pendidikan menghadapi keberagaman peserta didik; dan mindset tentang peserta didik berprestasi.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kepala Sekolah sebagai manajer dalam satuan pendidikan harus mampu menghadapinya dan memberikan solusi terbaik sehingga keberagaman peserta didik dapat terlayani dengan sempurna melalui pembelajaran dan lingkungan belajar yang berdiferensiasi. Pelibatan para aktor perlu dimaksimalkan dan diikat dalam satu jaringan, yakni jaringan aktor. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai aktor utama berkewajiban menginisiasi dan menggerakkan aktor-aktor lainnya.

Aktor adalah semua elemen yang terhubung dalam sistem yang membentuk jaringan secara alamiah. Dalam hal ini, aktor dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang ikut terlibat. Aktor bukan hanya manusia, tetapi juga nonmanusia, seperti organisasi, institusi, perkumpulan, lembaga, dan sebagainya. Jumlah aktor atau pelaku dalam melaksanakan sebuah aksi tidak terbatas. Misalnya, kepala sekolah sebagai salah satu aktor tidak bertindak sendiri dalam menjalankan kepemimpinan pembelajaran berdiferensiasi sebab ia membutuhkan aktor lain, misalnya guru mata pelajaran, guru BK, kepala perpustakaan, ahli IT, orang tua siswa, dan sebagainya.

Sementara itu, jaringan (network) adalah jejala, atau yang terangkai atau terhubung. Sebagai ilustrasi, ketika seorang kepala sekolah akan memberikan pemahaman tentang pembelajaran berdiferensiasi kepada para guru, ada banyak hal yang memengaruhinya. Misalnya, kepala sekolah dipengaruhi oleh kondisi peserta didik, kondisi lingkungan, kondisi guru dan berbagai faktor lain. Semua faktor ini terhubung (dalam jejaring) yang menyebabkan bagaimana kepala sekolah beraksi. Kepala Sekolah tidak akan berinisiasi dalam keadaan kosong (tanpa pengaruh), tetapi dipengaruhi berbagai faktor. Semua faktor yang memengaruhi harus dipertimbangkan bersama-sama, yang disebut dengan “jaringan aktor”.

Jaringan aktor terdiri atas jaringan bersama-sama, baik elemen teknis dan nonteknis. Sesuai dengan contoh di atas, tidak hanya kapasitas kepala sekolah, tetapi juga pengaruh elemen-elemen di sekitarnya. Ini artinya, konsep jaringan tidak hanya berfokus pada relasi sosial aktor manusia, tetapi mencakup aktor-aktor nonmanusia.

Aksi pemanfaatan jaringan aktor dalam upaya mewujudkan lingkungan belajar dan pembelajaran berdiferensiasi meliputi

a. Identifikasi Aktor

Dalam upaya mewujudkan ruang dan pembelajaran berdiferensiasi, pelibatan banyak aktor merupakan sebuah keniscayaan. Para aktor yang dimaksud meliputi aktor manusia dan nonmanusia. Adapun aktor manusia meliputi kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, guru IT, siswa, orang tua, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, tenaga kependidikan, narasumber, pengawas sekolah. Sedangkan aktor nonmanusia meliputi perpustakaan sekolah, komite sekolah, dinas pendidikan dan kebudayaan, platform medeka mengajar (PMM), regulasi.

Semua aktor harus terkoneksi melalui inisiasi kepala sekolah, baik inisiasi langsung maupun tidak langsung. Semua aktor bersama-sama sesuai dengan perannya mewujudkan terselenggaranya pembelajaran dan lingkungan belajar berdiferensiasi.

b. Pemahaman tentang Pembelajaran Berdiferensiasi kepada Guru

Belum semua guru memahami konsep, apalagi mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi. Kepala sekolah perlu memberikan pemahaman kepada para guru dan memberikan ruang bagi guru untuk mengimplementasikannya. Para guru perlu disiapkan menjadi pemimpin diferensiasi secara efektif, baik di kelas maupun di sekolah. Dengan demikian, guru mampu mengelola dan memimpin kelas berdiferensiasi dengan efektif dan mampu memberikan pendampingan kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, kepala sekolah tidak sendiri tetapi melibatkan banyak aktor pendidikan: pengawas sekolah, guru penggerak, koordinator guru mata pelajaran. Para aktor tersebut juga menginisiasi pelibatan aktor lain yang berupa platform merdeka mengajar (PMM) dan berbagai regulasi yang ada.

Kepala sekolah menginisiasi hadirnya narasumber –pengawas sekolah– dalam kegiatan workshop penyusunan rencana pembelajaran berdiferensiasi. Agar lebih efektif dan efisien, selain kegiatan workshop ataupun pendampingan model klasikal, juga dilakukan pendamping dalam bentuk kelompok kecil atau kelompok mata pelajaran. Kepala sekolah memberikan pendampingan kepada guru bimbingan konseling dan guru mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran. Kepala sekolah juga menginisiasi hadirnya koordinator mata pelajaran atau teman-teman guru di sekolah yang sudah memahami dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi untuk menjadi tutor sebaya ataupun pendamping bagi guru lain yang belum memahaminya. Kepala sekolah mewajibkan dan mendorong para guru untuk memanfaatkan platform merdeka mengajar (PMM) sebagai media belajar mandiri.

c. Pemetaan Peserta Didik melalui Assasmen Diagnostik dan Screening Peserta Didik

Pemetaan peserta didik perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan peserta didik secara personal. Pemetaan dilakukan dengan melibatkan para aktor: kepala sekolah, guru bimbingan konseling, dan guru IT. Pemetaan dilakukan dengan assessment diagnostik yang dilakukan oleh tim bimbingan konseling dengan memanfaatkan google form yang telah disiapkan dengan melibatkan guru IT.

Berdasarkan assessment tersebut, akhirnya diketahui profil siswa terkait gaya belajarnya: gaya belajar auditory  13 %, gaya belajar visual 52 %, gaya belajar kinestetik 34 %.

Hasil dari pemetaan tersebut selanjutnya disosialisasikan dan disampaikan kepada semua wali kelas, guru mata pelajaran, dan para orang tua siswa. Penyampaian data hasil assasment dilakukan secara personal. Bagi wali kelas, hasil assasment tersebut dapat digunakan untuk membantu menyiapkan kebutuhan sarana belajar di kelas. Bagi guru mata pelajaran, hasil assasment tersebut dapat digunakan untuk memilih strategi yang tepat dalam pembelajaran atau pencapaian tujuan pembelajaran. Sementara itu, bagi orang tua, hasil assasment tersebut dapat digunakan untuk membantu mengarahkan kegiatan ekstrakurikuler yang tepat bagi anaknya dan juga membantu menyiapkan sarana belajar yang tepat di rumahnya.

d. Pemenuhan Sarana Diferensiasi

Kebutuhan sarana belajar yang mampu memberikan layanan terhadap keberagaman kebutuhan siswa harus terpenuhi. Pemenuhan sarana tersebut harus sesuai kebutuhan, baik sarana belajar di dalam ruang kelas, maupun luar ruang kelas. Sarana belajar di dalam ruang kelas meliputi LCD projector, audio, papan pajang, pojok baca, dan media belajar lainnya. Sarana belajar tersebut tersedia di setiap ruang kelas. Sementara itu, lingkungan di luar ruang kelas juga disiapkan sarana belajar yang beragam pula: penciptaan lingkungan belajar kaya teks, penyiapan media running teks, laboratorium outdoor, LCD projector outdoor, perpustakaan digital, ruang podcast, dan sebagainya.

Untuk memenuhi sarana belajar, kepala sekolah tidak mampu bergerak sendiri. Dibutuhkan keterlibatan banyak aktor, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan. Dalam hal ini, kepala sekolah membangun jaringan dengan melibatkan aktor-aktor pendidikan lainnya. Mereka adalah wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana, komite sekolah, alumni, donator, dan penyedia.

Dalam hal perencanaan, kepala sekolah melibatkan waka bidang sarpras, komite sekolah, dan tenaga kependidikan. Dalam pelaksanaan, kepala sekolah melibatkan waka bidang sarpras, komite sekolah, donatur, penyedia, pelaksana. Pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah dan tim monitoring internal.

e. Monitoring Pelaksanaan Pembelajaran Diferensiasi

Monitoring pelaksanaan pembelajaran difersifikasi dilakukan dalam bentuk supervisi kelas. Sasaran supervisi meliputi supervisi terhadap perencaan pembelajaran berdifersifikasi yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau Modul Ajar dan Pelaksanaan Pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran terlihat nyata bentuk pembelajaran berdiferensiasi yang diterapkan oleh guru. Pembelajaran berdiferensiasi dapat berupa diferensiasi konten, diferensiasi proses, atau diferensiasi produk bergantung kondisi dan kebutuhan peserta didik.

Supervisi dilakukan dalam bentuk praopservasi, observasi, dan pascaopservasi. Praopservasi dilakukan sehari sebelum observasi atau sesaat sebelum observasi dengan aktivitas pertemuan bersama guru sasaran observasi. Kegiatan ini untuk melihat RPP atau modul ajar dan kesiapan guru untuk mengajar. Kegiatan observasi dilakukan dengan aktivitas kunjungan kelas. Kegiatan pascaobservasi dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran dan rencana tindak lanjut.

Dalam monitoring pelaksanaan pembelajaran diferensiasi, kepala sekolah juga melibatkan aktor lain, yakni pengawas sekolah, pendidik yang bersangkutan, sesama pendidik, dan peserta didik. Hadirnya pengawas sekolah dapat memberikan umpan balik berupa masukan, saran dan mendorong adanya refleksi. Hadirnya aktor sesama pendidik dilakukan dalam bentuk diskusi mengenai perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran sehingga lahir budaya saling belajar, kerja sama , dan saling mendukung. Sementara itu, pelibatan peserta didik dapat menumbuhkan budaya partisipatif dalam pembelajaran.

f. Penciptaan Lingkungan Belajar Berdiferensiasi

Penciptaan lingkungan belajar berdiferensiasi dimaksudkan memberikan ruang bagi peserta didik agar bisa berkembang sesuai bakat dan minat masing-masing. Ruang tersebut dibuat dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang sangat beragam dan penciptaan ruang-ruang bagi peserta didik untuk berkarya dan berekspresi. Misalnya saat waktu istirahat, kesiswaan menyiapkan panggung sederhana untuk anak-anak bernyanyi atau bermain musik. Sekolah juga menyiapkan ruang galeri seni, ruang podcast. Ruang-ruang tersebut bisa dimanfaatkan peserta didik untuk menyalurkan bakat dan minat masing-masing.

g. Evaluasi dan Tindak Lanjut

Pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi sudah berjalan di SMPN 2 Mojokerto. Hasil supervisi pelaksanaan pembelajaran menunjukkan adanya penerapan pembelajaran diferensiasi, baik diferensiasi konten, proses, maupun hasil. Yang paling sering tampak dalam pembelajaran adalah diferensiasi proses dan diferensiasi konten. Namun demikian, beberapa guru masih belum memahami dan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Saat ini pembelajaran berdiferensiasi masih terbatas di kelas 7. Sementara di kelas 8 dan 9 belum berjalan. Saya berencana menerapkan pembelajaran berdiferensiasi pada kelas 8 dan 9 pada semester genap yang akan datang walaupun sebatas diferensiasi proses. Untuk mewujudkan hal tersebut, saat ini saya menyiapkan pendampingan bagi guru pengampu kelas 8 dan 9 dengan memanfaatkan para guru kelas 7 sebagai pendamping.

Pemanfaatan jaringan aktor dalam mewujudkan kepemimpinan pembelajaran berdiferensiasi cukup efektif. Hasilnya, tidak ada lagi sebutan anak “nakal” atau anak “bodoh”. Semua anak terlayani sesuai kebutuhannya masing-masing. Bapak/Ibu guru sudah menyadari bahwa para siswa yang semula dianggap trouble maker ternyata mampu berprestasi seperti Narendra Tegar Islami, pemain sepak bola nasional usia 16 tahun. Akhirnya, jadilah mereka para juara.

Pelibatan banyak aktor  tidak hanya efektif dalam pencapaian tujuan, tetapi juga berdampak positif pada masing-masing aktor sebagai bentuk pelibatan  diri dan menjadikan diri para aktor sebagai bagian dari perubahan dalam dunia pendidikan. Mari bergandengan membangun jaringan untuk mewujudkan semua anak Indonesia menjadi juara.

Tinggalkan Balasan