Oleh: Marjuki
Universitas Qomatuddin Gresik
Fasilitator Program Sekolah Penggerak
Pak Mulib, S.Pd., M.Pd, selaku Kepala UPT SMPN 2 Kota Mojokerto melihat Rapor Pendidikan terkait keterampilan guru dalam memfasilitasi pembelajaran perlu ditingkatkan. Di samping itu juga ada Panduan Pembelajaran dan Asesmen terbaru, yaitu tahun 2024. Oleh karena itu, tidak perlu menunggu waktu lama, beliau bergegas menyelenggarakan Bimtek Penguatan Pembelajaran dan Asesmen. Pada hari Sabtu, 21 September 2024 menjadi pilihan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan memfalitasi pembelajaran dan asesmen sesuai panduan terbaru.
Pada tahap awal, kita menyadari bahwa hasil tes PISA (Pogramme for Student Assessment) negara kita sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Betapa tidak. Kompetensi literasi siswa, Indonesia dari hasil tes PISA tahun 2009, peringkat 8 dari bawah. Pada tahun 2012, peringkat 2 dari bawah. Pada tahun 2015, peringkat 8 dari bawah. Pada tahun 2018, peringkat 5 dari bawah. Jadi. hasil belajar anak-anak kita masih jauh api dari panggang. Kita tidak perlu lagi menyalahkan siapa, tetapi kita bertekad untuk memperbaiki banyak hal. Misalnya; Kompetensi, kapasitas, komitmen, tanggung jawab, rasa memiliki, motivasi, dst. Cara cerdas pak Mulib perlu, diapresiasi dengan dua jempol. Dengan cara gercep, sat-set, wat-wet mengadakan bimtek penguatan pembelajaran dan asesmen.
Data hasil tes PISA Tahun 2009, 2012, 2015, dan 2018 mampu menggugah kesadaran kita. Hal ini juga dimantapkan dengan data hasil tes AN (Asesmen Nasional) tahun 2021. Terdapat 1 dari 2 anak belum mencapai kompetensi minimum literasi. Dengan kata lain, terdapat 50℅ anak belum mencapai kompetensi minimum literasi. Tedapat 2 dari 3 anak belum mencapai kompetensi minimal numerasi. Dengan kata lain, terdapat 66,67℅ belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Jadi, data kita dari tes PISA dan dari hasil AN 2021, sangat miris sekali.
Kita sadar sesadarnya bahwasannya rerata hasil belajar anak-anak masih jauh dari harapan. Peringkat hasil tes PISA jauh di bawah negara-negara lain, di Asia Tenggara dan negara-negara dunia apalagi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), kita tambahkan jauh di bawahnya. Hal ini tentu saja bukan menjadi ratapan, akan tetapi menjadi refleksi bersama. Beberapa akar masalah yang menjadi penyebab utama dapat dilihat dari sulinjar (Survei lingkungan belajar) AN (Asesmen Nasional) tahun 2021. Pada AN tahun 2021, dinyatakan bahwa pendidik kurang baik dalam manajemen kelas dan aktivasi kognitif; masih perlu perbaikan cara mengatur atensi murid-murid dalam kelas; sebanyak 67℅ pendidik masih kurang dalam aspek aktivasi kognitif; dan banyak pendidik merasa situasi di sekolah baik, tetapi murid tidak merasakan itu.
Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran di kelas belum mampu membuat anak senang belajar. Anak belum nyaman belajar. Anak belum termotivasi belajar. Pendidik lebih banyak memberikan nasihat untuk belajar daripada memberi motivasi. Pendidik maunya motivasi, ujung-ujungnya menasihati. Pembelajaran selama ini belum dapat memunculkan motivasi diri anak, belum dapat membuat anak senang belajar, dan belum dapat membuat anak semangat belajar. Pendidik merasa selama ini di kelas merasa baik-baik saja, ternyata anak tidak merasakan hal itu (Sulinjar AN, 2021).
Uraian di atas, jika dikonfirmasi, kira-kira data siapa yang paling jujur dan akurat. Kita tidak sedang mencari siapa yang salah? Kemugkinan besar perbedaan terjadi bisa dilihat dari cara mengisi data.
Siswa memberikan dan mengisi data dari apa yang dirasakan, apa yang dialami, apa yanh dilihat, dan apa yang didengar? Sementara pendidik memberikan dan mengisi data dari apa yang dipikirkan?
Dengan demikian kita dapat melihat, mana yang lebih objektif, dan mana yang lebih faktual. Akhirnya kita tahu jawabannya. Kita juga tahu penyebabnya. Kita juga pernah membaca ada pernyataan, bahwa saat ini banyak anak yang bersekolah, tetapi sedikit yang belajar. Jawabannya adalah anak sesungguhnya belum belajar. Apakah anak berangkat ke sekolah? Ya. Apakah anak masuk sekolah dan pulang tepat waktu? Ya. Apakah anak membawa buku dan alat tulis? Ya. Apakah anak mengikuti pembelajaran pendidik?
Ya. Mengapa hasil belajarnya masih rendah, bahkan sangat rendah. Ternyata anak belum belajar secara mental dan fisik. Mungkin belajar secara fisik atau motorik lebih dominan. Mentalnya, kognitifnya belum banyak dilibatkan.
Pertanyaannya, pembelajaran dan asesmen seperti apa yang dapat melibatkan anak belajar secara fisik maupun mental?
Pembelajaran dan asesmen seperti apa yang dapat membuat anak senang belajar, anak dapat memunculkan motivasi diri untuk belajar, dan anak ketagihan belajar? Sungguh beruntung, SMPN 2 Kota Mojokerto lebih dulu menyadari dan bergegas mengadakan Bimtek Penguatan Pembelajaran dan Asesmen dalam Implementasi Kurikulum Merdeka sesuai Panduan tahun 2024.
Jangan lelah berinovasi. Tetap bersemangat mencari solusi. Jadilah pembelajar mandiri sepanjang hayat yang selalu menginspirasi. Sukses selalu.
Gresik, 29 September 2024